Kamis, 05 Oktober 2017

MAKALAH PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

MAKALAH
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN


                                               

                                                          Disusun Oleh :

Nama /NPM                                        : Aziz Tabroni /31414931
Kelas                                                   : 2ID03
Dosen                                                  : Rafiqa Maulidia



FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
JURUSAN TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS GUNADARMA
DEPOK
2017

A.        Latar Belakang Pentingnya Pendidikan Kewarganegaraan
            Pendidikan kewarganegaraan merupakan salah satu matakuliah dalam kegiatan perkuliahan. Matakuliah ini merupakan mata kuliah pengembangan pribadi, artinya matakuliah ini ditujukan untuk membentuk pribadi peserta didik agar menjadi warganegara yang baik. Pendidikan kewarganegaraan merupakan matakuliah yang wajib diberikan dalam pendidikan tinggi, sesuai dengan UU No. 28 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan juga Surat Keputusan Dirjen Dikti No. 267/Dikti/Kep/2000 tentang Penyempurnaan Kurukulum Matakuliah Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi, yang kemudian diperbaharui dengan SK Dirjen Dikti No. 43/Dikti/2006 tentang Rambu-rambu Pelaksanaan Matakuliah Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi.
            Jika dilihat dalam undang-undang di atas, disebutkan bahwa pendidikan kewarganegaraan merupakan hal yang wajib diajarkan mulai dari pendidikan dasar, hingga kependidikan tinggi. Mengapa pendidikan kewarganegaraan wajib diberikan hingga ke perguruan tinggi? Tujuan utama pendidikan kewarganegaraan adalah untuk menumbuhkan wawasan dan kesadaran bernegara, sikap dan perilaku cinta tanah air yang dibangun dari kebudayaan bangsa, wawasan nusantara, serta ketahanan nasional dalam diri mahasiswa sebagai calon cendekiawan harapan bangsa Indonesia.
Sebagai calon cendekiawan, para mahasiswa diharapkan dapat menguasai berbagai bidang ilmu sesuai minat dan kemampuannya masing-masing yang kelak dapat digunakan sebagai sarana pembangunan bangsa. Selain memiliki dasar keilmuan, seorang mahasiswa Indonesia dituntut memiliki kepribadian yang baik dan berwawasan kebangsaan. Oleh karena itu diperlukan pembekalan kepada mahasiswa dalam kaitannya dengan pengembangan nilai, sikap dan kepribadiannya. Serang lulusan Pendidikan Kewarganegaraan diharapkan memiliki kompetensi sebagai seorang warga Negara yang sanggup bertindak cerdas dan penuh tanggung jawab dalam berhubungan dengan Negara serta dalam memecahkan berbagai masalah hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dengan menerapkan konsep falsafah bangsa, wawasan nusantara dan ketahanan nasional.

Seorang mahasiswa merupakan seseorang yang telah memiliki pendidikan yang tinggi. Dengan pendidikan yang telah diperolehnya tersebut, Ia dapat dikatakan memiliki pengetahuan yang luas. Namun seperti ada pepatah “Semakin tinggi pohon maka semakin kencang anginnya”, semakin banyak pengetahuan yang diperoleh seorang mahasiswa, maka akan semakin banyak godaan yang didapatnya untuk menyalah gunakan ilmu yang telah ia peroleh. Misalnya, seorang mahasiswa computer yang telah memiliki kemampuan pemrograman yang baik, bukannya membuat program yang berguna bagi masyarakat, namun justru membuat virus computer yang dapat merugikan masyarakat. Hal-hal semacam ini tentu tidak boleh dibiarkan tumbuh subur di kalangan mahasiswa.
            Oleh karena itu diperlukan rambu-rambu agar penerapan ilmu yang telah didapat melalui kegiatan pendidikan dapat diamalkan dengan baik dan tidak merugikan orang lain. Di sinlah peran penting Pendidikan Kewarganegaraan.
Pendidikan Kewarganegaraan memberikan pedoman-pedoman yang penting agar para mahasiswa yang nantinya akan terjun ke dunia kerja tidak tersesat baik dalam pengamalan ilmu yang tidak pada tempatnya, maupun pada tindakan-tindakan tidak terpuji dalam pengamalan ilmu, semisal menerima suap, menjual rahasia perusahaan, dan lain-lain.
            Selain itu, dalam Pendidikan Kewarganegaraan, mahasiswa juga dibekali dengan pedoman-pedoman hidup sebagai warga Negara yang baik. Sebagai seseorang yang masih berusia belia, seorang mahasiswa masih sering bertindak semaunya sendiri, dan terkadang tidak terlalu peduli dengan kehidupan berbangsa dan bernegara. Misalnya, banyaknya mahasiswa yang tidak ikut Pemilu karena malas pulang ke rumah, atau malas mengurus perpindahan kependudukannya. Hal semacam ini tidak bias dibiarkan karena pemuda merupakan generasi harapan bangsa. Apa jadinya apabila generasi mendatang diisi oleh orang-orang yang tidak memiliki kepedulian semacam itu.

 Karena itu, diperlukan adanya suatu pendidikan kewarganegaraan  agar dapat menumbuhkan kepedulian mahasiswa sebagai generasi penerus terhadap kelangsungan bangsa dan negaranya. Rasa cinta tanah air merupakan salah satu unsur penting yang harus dimiliki oleh seorang mahasiswa sebagai seorang warga negara. Dengan adanya rasa cinta tanah air, maka seorang mahasiswa akan rela berbuat bagi bangsa, termasuk dalam urusan membela Negara dan kelestarian sumber daya bangsa. Belakangan ini banyak kita lihat terjadinya pelecehan terhadap harga diri bangsa yang diwujudkan antara lain dengan pelanggaran batas negara, penganiayaan tenaga kerja dari Indonesia, mengakui budaya Indonesia sebagai budaya bangsa lain, dan sebagainya. Jika mau dikatakan secara jujur, maka akan banyak mahasiswa yang tidak terlalu ambil pusing dengan hal-hal semacam itu. Atau mungkin ada yang hanya bicara saja bahwa ia peduli namun tidak berbuat apa-apa. Biasanya hanya ada sebagian kecil mahasiswa yang benar-benar peduli dan berbuat untuk menjaga martabat bangsanya. Hal semacam ini harus dihindari, karena hanya dengan adanya kekompakan, maka akan diperoleh hasil yang maksimal. Dengan adanya Pendidikan Kewarganegaraan, diharapkan dapat menumbuhkan rasa cinta air dalam diri para mahasiswa. Dengan adanya rasa cinta air dalam diri para mahasiswa, maka diharapkan akan timbul kekompakan dalam upaya membela negara, sehingga diharapkan negara Indonesia akan menjadi lebih kokoh dan martabat bangsa Indonesia akan lebih terjaga. Selain itu, dengan adanya rasa cinta tanah air, diharapkan mahasiswa sebagai generasi muda tidak melupakan budaya asli bangsa Indonesia serta mau melestarikan budaya bangsa Indonesia, sebab seperti yang telah banyak kita lihat saat ini, banyak budaya Indonesia yang hampir punah. Selain itu ada pula yang telah banyak dipelajari oleh orang asing, namun bahkan kita sendiri tidak tahu atau tidak dapat melakukannya karena tidak tertarik. Sebagai generasi penerus bangsa yang berpendidikan, maka sepatutnya para mahasiswa sadar  bahwa budaya Indonesia adalah kekayaan yang tak ternilai bagi bangsa Indonesia. Dengan demikian, para mahasiswa diharapkan untuk tetap menjaga warisan budaya tersebut. Pada akhirnya, Pendidikan Kewarganegaraan bertujuan membentuk moral para mahasiswa, agar meskipun mereka telah memiliki keilmuan yang tinggi, mereka tetap terjaga sebaga warga Negara Indonesia yang baik. Jangan sampai seseorang yang memiliki keilmuan yang tinggi tersesat dan salah jalan, sebab orang yang berilmu tinggi namun salah jalan akan menjadi sangat berbahaya bagi sekitarnya. Namun apabila seseorang berilmu tinggi memiliki kepribadian yang baik, dan memiliki rasa kebangsaan, maka orang itu akan menjadi sangat berguna bagi bangsa dan negara. Dengan hadirnya generasi-generasi penerus yang berkeilmuan tinggi dan berwawasan kebangsaan yang tinggi, tentunya bangsa Indonesia akan menjadi maju. Generasi semacam inilah yang diharapkan muncul dari para mahasiswa yang sedang menimba ilmu. Oleh karena itu, selain mendalami ilmu yang sedang ditekuni, perlu diberikan rambu-rambu moral yang tertuang dalam Pendidikan Kewarganegaraan yang ditujukan untuk  memberikan panduan bersikap bagi mahasiswa yang nantinya akan terjun ke lapangan. Dengan demikian, Pendidikan Kewarganegaraan mutlak diperlukan bagi Mahasiswa.

B.        Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan
Kewarganegaraan dalam bahasa latin disebutkan “Civis”, selanjutnya dari kata “Civis” ini dalam bahasa Inggris timbul kata ”Civic” artinya mengenai warga negara atau kewarganegaraan. Dari kata “Civic” lahir kata “Civics”, ilmu kewarganegaraan dan Civic Education, Pendidikan Kewarganegaraan.
Pelajaran Civics mulai  diperkenalkan di Amerika Serikat pada tahun 1790 dalam rangka “mengamerikakan bangsa Amerika” atau yang terkenal dengan nama “Theory of Americanization”. Sebab seperti diketahui, bangsa Amerika berasal dari berbagai bangsa yang datang di Amerika Serikat dan untuk menyatukan menjadi bangsa Amerika maka perlu diajarkan Civicsbagi warga negara Amerika Serikat. Dalam taraf tersebut, pelajaran Civicsmembicarakan masalah ”government”, hak dan kewajiban warga negara danCivics merupakan bagian dari ilmu politik.
Di Indonesia Pendidikan Kewarganegaraan yang searti dengan “Civic Education” itu dijadikan sebagai salah satu mata kuliah  wajib yang harus ditempuh oleh setiap mahasiswa di Perguruan Tinggi untuk program diploma/politeknik dan program Sarjana (SI), baik negeri  maupun swasta.
Di dalam Undang-Undang nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang dipakai sebagai dasar penyelenggaraan pendidikan tinggi pasal 39 ayat (2) menyebutkan bahwa isi kurikulum setiap jenis, jalur dan jenjang pendidikan wajin memuat a) Pendidikan Pancasila, b) Pendidikan Agama, dan c) Pendidikan Kewarganegaraan yang mencakup Pendidikan Pendahuluan Bela Negara (PPBN).
Pendidikan Kewarganegaraan yang dijadikan salah satu mata kuliah inti sebagaimana tersebut di atas, dimaksudkan untuk memberi pengertian kepada mahasiswa tentang pengetahuan dan kemampuan dasar berkenaan dengan hubungan antara warga Negara dengan nengara, serta Pendidikan Pendahuluan Bela Negara sebagai bekal agar menjadi warga negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan negara (SK Dirjen DIKTI no.267/DIKTI/Kep/2000 Pasal 3).
 Melihat begitu pentingnya Pendidikan Kewarganegaraan atau Civics Education ini bagi suatu Negara maka hampir di semua Negara di dunia memasukkannya ke dalam kurikulum pendidikan yang mereka selenggarakan. Bahkan Kongres Internasional Commission of Jurist yang berlangsung di Bangkok pada tahun 1965, mensyaratkan bahwa pemerintahan suatu negara baru  dapat dikatakan  sebagai pemerintahan yang  demokratis manakala ada jaminan secara tegas terhadap hak-hak asasi manusia, yang salah satu di antaranya adalah Pendidikan Kewarganegaraan atau ”Civic Education”.
Hal ini dapat dimaklumi, karena dengan dimasukkannnya ke dalam sistem pendidikan yang mereka selenggarakan, diharapkan warga negaranya akan menjadi warga negara yang cerdas dan warga negara yang baik (smart and good citizen), yang mengetahui dan menyadari sepenuhnya akan hak-haknya  sebagai warga negara, sekaligus tahu dan penuh tanggung jawab akan kewajiban dirinya terhadap keselamatan bangsa dan negaranya. Dengan demikian diberikannya Pendidikan Kewarganegaraan akan melahirkan warga negara yang memiliki jiwa dan semanagt patriotisme dan nasionalisme  yang tinggi.
C.        Kepentingan Nasional dan Hubungan Antar Bangsa
            Paul Seabury mendefenisikan “kepentingan nasional secara normatif dan deskriptif: secara deskriptif kepentingan nasional adalah tujuan yang harus dicapai oleh suatu bangsa secara tetap melalui kepemimpinan pemerintah. Sedang secara normatif kepentingan nasional adalah kumpulan cita-cita suatu bangsa yang berusaha dicapainya dengan berhubungan dengan Negara lain”.
            Pencapaian kepentingan nasional Indonesia di dunia internasional tidak terlepas  dari perubahan lingkungan strategis  baik  dalam tataran global  maupun regional yang memberikan tantangan sekaligus kesempatan bagi proses pencapaian kepentingan tersebut. Dan dalam rangka menghadapi tatanan dunia yang semakin berubah dengan cepatnya, semakin disadari perlunya untuk mengembangkan kelenturan dan keluwesan dalam pelaksanaan kebijakan luar negeri agar dapat memanfaatkan berbagai tantangan dan peluang yang muncul  dari perubahan lingkungan strategis secara optimal.
            Upaya untuk mencapai kepentingan nasional Indonesia di dunia Internasional dilaksanakan melalui diplomasi. Dengan total diplomasi Diplomasi Indonesia yang dilaksanakan oleh Departemen Luar Negeri (Deplu) turut mengaktualisasikan program dan prioritas Kabinet Indonesia Bersatu yang pada intinya adalah melakukan diplomasi total untuk ikut mewujudkan Indonesia yang bersatu, lebih aman dan damai, adil, demokratis dan sejahtera.
            Kepentingan nasional Indonesia diterjemahkan kedalam visi Departemen luar negeri yang disebut sebagai “Sapta Dharma Caraka”, yaitu: 
1.      Memelihara dan meningkatkan dukungan internasional terhadap keutuhan  wilayah dan kedaulatan Indonesia; 
2.      Membantu pencapaian Indonesia sejahtera melalui kerja sama pembangunan dan ekonomi, promosi dagang dan investasi, kesempatan kerja dan alih tekonologi; 
3.      Meningkatkan peranan dan kepemimpinan Indonesia dalam proses integrasi ASEAN, peran aktif di Asia- Pasifik, membangun kemitraan strategis baru Asia-Afrika serta hubungan antar sesama negara berkembang; 
4.      Memperkuat hubungan dan kerja sama bilateral, regional dan internasional di segala bidang dan meningkatkan prakarsa dan kontribusi Indonesia dalam pencapaian keamanan dan perdamaian internasional serta   memperkuat    multilateralisme.   
5.      Meningkatkan   citra   Indonesia     di masyarakat internasional sebagai negara demokratis, pluralis, menghormati hal asasi manusia, dan memajukan perdamaian dunia.
6.      Meningkatkan pelayanan dan perlindungan Warga Negara Indonesia (WNI) di luar negeri serta melancarkan diplomasi kemanusiaan guna mendukung tanggap darurat dan rekontruksi Aceh dan Nias dari bencana gempa dan tsunami; 
7.      Melanjutkan benah diri untuk peningkatan kapasitas kelembagaan, budaya kerja dan profesionalisme pelaku diplomasi serta peranan utama dalam koordinasi penyelenggaraan kebijakan dan hubungan luar negeri.
            Terkait dengan posisi Indonesia dalam menangani krisis nuklir Iran ada beberapa segi jika kita menyimpulkan kepentingan nasional Indonesia terkait dengan politik luar negerinya itu hal itu meliputi :
1.      Kepentingan ekonomi
Kepentingan ekonomi Indonesia berkait dengan pembangunan ekononi nasional. Sejak krisis ekonomi yang melanda Indonesia di tahun 1997 kemarin pertumbuhan ekonomi Indonesia terpuruk tidak sampai 5 %. Ketika reformasi di era Habibie sampai Megawati kondisi ekonomi tidak mengalami perbaikan yang signifikan.
2.      Kepentingan Idiologi
Dalam tatarana percaturan internasional pandangan pancasila sebagai indiolog bangsa adalah mutlah untuk disandingkan dengan idiologi lain didunia seperti liberalisme atau sosialieme. Dalam pembukaan UUD 1945 tercantum secara jelas tetntang tujuan nasional yaitu :
  • Kesejahtraan masyarakat
  • Menghapuskan kolonialisme dan imperalisme
  • turut aktif menciptakan perdamaian dunia
3.      Kepentingan energi dan teknologi
Dalam beberapa dasarwa terakhir memang tidka bisa di pungkiri bahwa permasalahan krisis energi menjadi permaslahan akut bagi bangsa Indonesia. Adanya energi alternatif yang dapat dikembangkan adalh sebuah keharusan dan salah satunya energi nuklir khusunya untuk pembangkit tenaga listrik. Selain itu untuk mengurangi ketregantungan terhadap Amerika dan sekutunya terhadap pasokan senjata militer. Maka Indonesia sejak era Mega sudah mencari alternatif lain misalnya melalui Rusia dengan pembelian kapal sukhoi pada tahun 2004. dan bisa jadi mengenai teknologi nuklir yang akan  dijalin dengan Iran.
4.      Persahabatan dengan negara-negara senasib
Pengalaman pahit sebagai negara terjajah setidaknya tela mendorong kerjasama yang intens dengan negara-negara senasib atau begara dunia ketiga. Pada masa orde lama Indonesia termasuk pelopor dalam membentuk gerakan non- blok, yang sebelumnya secara fantatis berhasil mengadakan Konferensi Asia- Afrika tahun 1955 sebagai cikal bakal GNB. Selain itu di era orde baru sukses untuk menggalang kerjasama dengan negara-negara sekawasan ( Asia tenggara ) melalui ASEAN tahun 1987. dan ikut serta dalam organisasi Konferensi islam bergabung dengan negara-negara islam yang sebagaian besar termasuk negara dunia ke-3.

D.        Kompetensi Yang Diharapkan Dari Pendidikan Kewarganegaraan
            Undang-undang nomor 2 tahun 1989 tentang sistem pendidikan nesional menjelaskan bahwa "pendidikan kewarganegaraan merupakan usaha untuk membekali peserta didik dengan pengetahuan dan kemampuan dasar berkenaan denga hubungan antara warga negara dan negara serta pendidikan pendahulauan bela negara agar menjadi warga negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan negara kesatuan Republik Indonesia."
            Pendidikan kewarganegaraan yang berhasil akan membuahkan sikap mental yang cerdas, penuh rasa tanggung jawab dari peserta didik. sikap ini disertai dengan perilaku yang :
1.      Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
2.      Berbudi pekerti luhur, berdisiplin dalam bermsyarakat, berbangsa dan bernegara
3.      Rasional, dinamis, dan sadar akan hak dan kewajiban sebagai warga negara.
4.      Besifat profesional, yang dijiwai oleh kesadaran bela negara.
5.      Aktif memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta seni untuk kepentingan kemanusiaan, bangsa, dan negara.

E.        Dasar Pemikiran Pendidikan Kewarganegaraan
            Setiap warga negara dituntut untuk dapat hidup berguna dan bermakna bagi negara dan bangsanya, serta mampu mengantisipasi perkembangan dan perubahan masa depannya. Untuk itu diperlukan penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni (IPTEKS) yang berlandaskan nilai-nilai keagamaan, nilai-nilai moral, nilai kemanusiaan dan nilai-nilai budaya bangsa. Nilai-nilai dasar tersebut berperan sebagai panduan dan pegangan hidup setiap warga negara dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Bahasan Pendidikan Kewarganegaraan meliputi hubungan antara warga negara dengan negara, serta pendidikan pendahuluan bela negara yang semua ini berpijak pada nilai-nilai budaya serta dasar filosofi bangsa. Hal itulah yang menjadi landasan dalam Pendidikan Kewarganegaraan.

F.         Tujuan Dari Pendidikan Kewarganegaraan
            Berdasarkan Keputusan DIRJEN DIKTI No. 43/DIKTI/Kep/2006, tujuan Pendidikan Kewarganegaraan adalah dirumuskan dalam visi dan misi sebagai berikut.
Visi Pendidikan Kewarganegaraan di perguruan tinggi adalah merupakan sumber nilai dan pedoman dalam pengembangan dan penyelenggaraan program study, guna mengantarkan mahasiswa memantapkan kepribadiannya sebagai manusia seutuhnya. Hal ini berdasarkan pada suatu realitas yang dihadapi, bahwa mahasiswa adalah sebagai generasi bangsa yang harus memiliki visi intelektual, religius, berkeadaban, berkemanusiaan dan cinta tanah air dan bangsanya.
            Misi Pendidikan Kewarganegaraan di perguruan tinggi adalah untuk membantu mahasiswa memantapkan kepribadiannya agar secara konsisten mampu mewujudkan nilai-nilai dasar Pancasila, rasa kebangsaan, dan cinta tanah air dalam menguasai, menerapkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni dengan rasa tanggung jawab dan bermoral.  Dari penjabaran visi-misi di atas dapat diambil kesimpulan bahwa pada dasarnya tujuan utama Pendidikan Kewarganegaraan adalah untuk menumbuhkan wawasan dan kesadaran bernegara, sikap serta perilaku yang cinta tanah air dan bersendikan kebudayaan bangsa, Wawasan Nusantara, serta Ketahanan Nasional dalam diri mahasiswa calon sarjana/ilmuwan warga negara NKRI yang sedang mengkaji dan akan menguasai iptek dan seni. Kualitas warga negara akan ditentukan  terutama oleh keyakinan dan sikap hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara disamping derajat penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dipelajarinya.

G.        Pengertian Wawasan Kebangsaan
            Istilah Wawasan Kebangsaan terdiri dari dua suku kata yaitu “Wawasan” dan “Kebangsaan”. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002) dinyatakan bahwa secara etimologis istilah “wawasan” berarti: (1) hasil mewawas, tinjauan, pandangan dan dapat juga berarti (2) konsepsi cara pandang. Wawasan Kebangsaan sangat identik dengan Wawasan Nusantara yaitu cara pandang bangsa Indonesia dalam mencapai tujuan nasional yang mencakup perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai kesatuan politik, sosial budaya, ekonomi dan pertahanan keamanan (Suhady dan Sinaga, 2006). “Kebangsaan” berasal dari kata “bangsa” yang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002) berarti kelompok masyarakat yang bersamaan asal keturunan, adat, bahasa, dan sejarahnya, serta berpemerintahan sendiri. Sedangkan “kebangsaan” mengandung arti (1) ciri-ciri yang menandai golongan bangsa, (2) perihal bangsa; mengenai (yang bertalian dengan) bangsa, (3) kesadaran diri sebagai warga dari suatu negara.
            Dengan demikian wawasan kebangsaan dapat diartikan sebagai konsepsi cara pandang yang dilandasi akan kesadaran diri sebagai warga dari suatu negara akan diri dan lingkungannya di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Prof. Muladi, Gubernur Lemhannas RI, meyampaikan bahwa wawasan kebangsaan adalah cara pandang bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungannya, mengutamakan kesatuan dan persatuan wilayah dalam penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Wawasan kebangsaan menentukan cara bangsa mendayagunakan kondisi geografis negara, sejarah, sosio-budaya, ekonomi dan politik serta pertahanan keamanan dalam mencapai cita-cita dan menjamin kepentingan nasional. Wawasan kebangsaan menentukan bangsa menempatkan diri dalam tata berhubungan dengan sesama bangsa dan dalam pergaulan dengan bangsa lain di dunia internasional. Wawasan kebangsaan mengandung komitmen dan semangat persatuan untuk menjamin keberadaan dan peningkatan kualitas kehidupan bangsa dan menghendaki pengetahuan yang memadai tentang tantangan masa kini dan masa mendatang serta berbagai potensi bangsa.
            Wawasan kebangsaan dapat juga diartikan sebagai sudut pandang/cara memandang yang mengandung kemampuan seseorang atau kelompok orang untuk memahami keberadaan jati diri sebagai suatu bangsa dalam memandang dirinya dan bertingkah laku sesuai falsafah hidup bangsa dalam lingkungan internal dan lingkungan eksternal (Suhady dan Sinaga, 2006). Dengan demikian dalam kerangka NKRI, wawasan kebangsaan adalah cara kita sebagai bangsa Indonesia di dalam memandang diri dan lingkungannya dalam mencapai tujuan nasional yang mencakup perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai kesatuan politik, sosial budaya, ekonomi dan pertahanan keamanan, dengan berpedoman pada falsafah Pancasila dan UUD 1945 atau dengan kata lain bagaimana kita memahami Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan POLEKSOSBUD dan HANKAM.

H.        Pengertian Bangsa dan Bangsa Indonesia
            Istilah bangsa memiliki berbagai makna dan pengertian yang berbeda-beda. Bangsa merupakan terjemahan dari kata ”nation” (dalam bahasa Inggris). Kata nation bermakna keturunan atau bangsa. Seiring perkembangan zaman, maka pengertian bangsa juga mengalami perkembangan. Pada awalnya bangsa hanya diartikan sekelompok orang yang dilahirkan pada tempat yang sama.
            Nation dalam bahasa Indonesia, diistilahkan bangsa, yaitu orang-orang yang bersatu karena kesamaan keturunan. Sebaliknya, dalam arti bahasa Inggris dapat dicontohkan seperti wangsa, trah (Jawa), dan marga(Batak), misalnya wangsa Syailendra, trah Mangkunegara, marga Sembiring. Mereka menjadi satu bangsa karena berasal dari keturunan yang sama.
            Istilah natie (nation) mulai populer sekitar tahun 1835. Namun, istilah ini sering diperdebatkan dan dipertanyakan sehingga melahirkan berbagai teori tentang bangsa sebagai berikut :
1.      Otto Bauer
Dalam buku "the Austrians: A Thousand-year Oddessey" karangan Gordon (1996), Otto Bauer mengatakan bahwa bangsa merupakan sekelompok manusia yang memiliki persamaan karakter atau perangai yang timbul karena persamaan nasib dan pengalaman sejarah budaya yang tumbuh dan berkembang bersama dangsa tersebut.
2.      Ernest Renant
Dalam bukunya yang berjudul "La Reforme Intellectuelle et Morale" (1929), Ernest Renanat berpendapat bahwa bangs adalah kesatuan jiwa. Jiwa yang mengandung kehendak untuk bersatu, orang-orang merasa diri satu dan mau bersatu. Dalam istilah Prancis, bangsa adalah Ledesir d'etre ensemble. Bangsa dapat terdiri atas ratusan, ribuan, bahkan jutaan manusia, tetapi sebenarnya merupakan kesatuan jiwa. Apabila semua manusia yang hidup di dalamnya mempunyai kehendak untuk bersatu maka sudah merupakan satu bangsa.
3.      Hans Kohn
Menurut Hans Kohn dalam bukunya "Nationalism and Liberty: The Swiss Example" (1966), bangsa diartikan sebagai hasil tenaga hidup manusia dalam sejarah dan karena itu selalu bergelombang dan tak pernah membeku. Suatu bangsa merupakan golongan yang beraneka ragam dan tidak bisa dirumuskan secara eksak. Kebanyakan bangsa memiliki beberbagai faktor obyek tertentu yang membedakannya dengan bangsa lain. Faktor-faktor itu berupa persamaan keturunan, wilayah, bangsa, adat istiadat, kesamaan politik, perasaan, dan agama.
4.      Ir. Soekarno
Bangsa adalah segerombolan manusia yang besar, keras ia mempunyai keinginan bersatu, le desir d’etre ensemble (keinginan untuk hidup bersama), keras ia mempunyai character gemeinschaft (persamaan nasib/karakter), persamaan watak, tetapi yang hidup di atas satu wilayah yang nyata satu unit.

I.          Pengertian Negara dan Teori Lahirnya Negara
            Negara dalam pengertian sederhana dapat dipandang sebagai suatu organisasi dalam suatu wilayah yang memiliki kekuasaan tertinggi yang sah dan ditaati oleh rakyatnya. Dalam pengertian yang lain, negara didefinisikan sebagai alat dari masyarakat yang mempunyai kekuasaan untuk mengatur hubungan-hubungan manusia dalam masyarakat dan menertibkan gejala-gejala kekuasaan dalam masyarakat. Kita dapat juga menyebut negara sebagai suatu wilayah yang terdiri dari penduduk yang diperintah untuk mencapai satu kedaulatan.
1.      Pengertian Negara
Secara etimologis istilah “negara” merupakan terjemahan dari kata-kata asing, yaitu state (bahasa Inggris), staat (bahasa Jerman dan Belanda), dan etat (bahasa Prancis). Kata state, staat, dan etat itu diambil oleh orang-orang Eropa dari bahasa Latin pada abad ke-15, yaitu dari kata statum atau status yang berarti keadaan yang tegak dan tetap, atau sesuatu yang bersifat tetap dan tegak. Istilah negara ini muncul bersamaan dengan munculnya istilah Lo Stato yang dipopulerkan Niccolo Machiavelli lewat bukunya II Principe. Saat itu, Lo Stato didefinisikan sebagai suatu sistem tugas dan fungsi publik dan alat perlengkapan yang teratur dalam wilayah tertentu. Di Indonesia sendiri, istilah “Negara” berasal dari bahasa Sansekerta nagara atau nagari, yang berarti kota. Sekitar abad ke-5, istilah nagara sudah dikenal dan dipakai di Indonesia. Hal ini dibuktikan oleh adanya penamaan Kerajaan Tarumanegara di Jawa Barat. Selain itu, istilah nagara juga dipakai sebagai penamaan kitab Majapahit Negara Kertagama yang ditulis Mpu Prapanca. Jadi, istilah “negara” sudah dipakai terlebih dahulu di Indonesia jauh sebelum bangsa Eropa.
a.       Menurut Prof Miriam Budiarjo Negara adalah organisasi yang dalam suatu wilayah dapat memaksakan kekuasaannya secara sah terhadap semua golongan kekuasaan lainnya dan yang dapat menetapkan tujuan-tujuan dari kehidupan bersama itu.
b.      Plato berpendapat bahwa Negara adalah  suatu organisasi kekuasaan manusia dan merupakan sarana untuk tercapainya tujuan bersama.
c.       Menurut Aristoteles Negara adalah perpaduan beberapa keluarga mencakupi beberapa desa, hingga akhirnya dapat berdiri sendiri sepenuhnya, dengan tujuan kesenangan dan kehormatan bersama.

2.      Teori Lahirnya Negara
Terdapat dua pendekatan teori terbentuknya negara, yaitu faktual teoritis.
a.       Pendekatan faktual (primer), berdasarkan kenyataan yang sungguh-sungguh terjadi (sudah menjadi  pengalaman sejarah).
·         Occupatie: pendudukan suatu wilayah yang semula tidak bertuan oleh sekelompok manusia/ suatu bangsa yang kemudian mendirikan negara di wilayah tersebut. Contoh: Liberia yang diduduki budak-budak Negro yang dimerdekakan pada tahun 1847.
·         Separatie: Suatu wilayah yang semula merupakan bagian dari negara tertentu, kemudian memisahkan diri dari negara induknya dan menyatakan kemerdekaan. Contoh: Belgia pada tahun 1839 melepaskan diri dari Belanda.
·         Fusi: beberapa negara melebur menjadi satu negara baru. Contoh: pembentukan Kerajaan Jerman pada tahun 1871.
·         Inovatie: Suatu negara pecah dan lenyap, kemudian di atas bekas wilayah negara itu timbul negara(-negara) baru.
·         Cessie: penyerahan suatu daerah kepada negara lain. Contoh: Sleeswijk diserahkan oleh Austria kepada Prusia (Jerman).
·         Accessie: bertambahnya tanah dari lumpur yang mengeras di kuala sungai (atau daratan yang timbul dari dasar laut) dan menjadi wilayah yang dapat dihuni manusia sehingga suatu ketika telah memenuhi unsur-unsur terbentuknya negara.
·         Anexatie: penaklukan suatu wilayah yang memungkinkan pendirian suatu negara di wilayah itu setelah 30 tahun tanpa reaksi yang memadai dari penduduk setempat.
·         Proklamasi: pernyataan kemerdekaan yang dilakukan setelah keberhasilan merebut kembali wilayah yang dijajah bangsa/ negara asing. Contoh: Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945.
b.      Pendekatan teoritis (sekunder), yaitu dengan menyoal tentang bagaimana asal mula terbentuknya negara melalui metode filosofis tanpa mencari bukti-bukti sejarah tentang hal tersebut (karena sulit dan bahkan tak mungkin), melainkan dengan dugaan-dugaan berdasarkan pemikiran logis.
·         Teori Kenyataan
Bilamana pada suatu ketika unsur-unsur negara (wilayah, rakyat, pemerintah yang berdaulat) terpenuhi, maka pada saat itu pula negara itu menjadi suatu kenyataan.
·         Teori Ketuhanan
Timbulnya negara itu adalah atas kehendak Tuhan. Segala sesuatu tidak akan terjadi tanpa kehendak-Nya. Friederich Julius Stahl (1802-1861) menyatakan bahwa “Negara bukan tumbuh disebabkan berkumpulnya kekuatan dari luar, melainkan karena perkembangan dari dalam. Ia tidak tumbuh disebabkan kehendak manusia, melainkan kehendak Tuhan”. Ciri negara yang menganut teori Ketuhanan dapat dilihat pada Konstitusi berbagai negara yang antara lain mencantumkan frasa: “Berkat rahmat Tuhan …” atau “By the grace of God”.
·         Teori Perjanjian Masyarakat
Teori ini disusun berdasarkan anggapan bahwa sebelum ada negara, manusia hidup sendiri-sendiri dan berpindah-pindah. Pada waktu itu belum ada masyarakat dan peraturan yang mengaturnya sehingga kekacauan mudah terjadi di manapun dan kapanpun. Tanpa peraturan, kehidupan manusia tidak berbeda dengan cara hidup binatang buas, sebagaimana dilukiskan oleh Thomas Hobbes: “Homo homini lupus” dan “Bellum omnium contra omnes”. Teori Perjanjian Masyarakat diungkapkannya dalam buku Leviathan. Ketakutan akan kehidupan berciri “survival of the fittest” itulah yang menyadarkan manusia akan kebutuhannya: “Negara yang diperintah oleh seorang raja yang dapat menghapus rasa takut”. Penganut teori Perjanjian Masyarakat antara lain: Grotius (1583-1645), John Locke (1632-1704), Immanuel Kant (1724-1804), Thomas Hobbes (1588- 1679), J.J. Rousseau (1712-1778).
·         Teori Kekuasaan
Teori Kekuasaan menyatakan bahwa negara terbentuk berdasarkan kekuasaan. Orang kuatlah yang pertama-tama mendirikan negara, karena dengan kekuatannya itu ia berkuasa memaksakan kehendaknya terhadap orang lain sebagaimana dinyatakan oleh Kallikles dan Voltaire: “Raja yang pertama adalah prajurit yang berhasil”.
·         Teori Hukum Alam
Para penganut teori hukum alam menganggap adanya hukum yang berlaku abadi dan universal (tidak berubah, berlaku di setiap waktu dan tempat). Hukum alam bukan buatan negara, melainkan hukum yang berlaku menurut kehendak alam.
            Terjadinya atau berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia dapat digambarkan sebagai berikut:
1.      Berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia melewati suatu proses perjuangan yang panjang dalam pembentukan ide-ide dasar yang dicitacitakan sebagai suatu Negara yang merdeka dan berdaulat.
2.      Proklamasi barulah “mengantarkan bangsa Indonesia” sampai ke depan pintu gerbang kemerdekaan, belum merdeka dalam pengertian yang hakiki karena masih banyak permasalahan bangsa yang harus dituntaskan.
3.      Berdirinya negara adalah kehendak seluruh bangsa, bukan sekedar keinginan golongan yang kaya dan yang pandai (borjuis) atau golongan ekonomi lemah untuk menentang ekonomi kuat seperti dalam teori kelas.
4.       Unsur religius terbentuknya negara menunjukkan kepercayaan bangsa Indonesia terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Unsur inilah yang kemudian dituangkan dalam pokok pikiran keempat yang terkandung di dalam Pembukaan UUD 1945 yaitu bahwa Bangsa Indonesia mendasarkan pada Ketuhanan Yang Maha Esa yang didasarkan pada kemanusiaan yang adil dan beradab.
5.      Keadaan bernegara yang kita cita-citakan bukanlah sekedar terbentuknya pemerintahan, wilayah dan bangsa, melainkan harus kita isi menuju keadaan merdeka, berdaulat, bersatu, adil dan makmur sebagaimana tertuang di dalam Alinea ke II Pembukaan UUD 1945.



KASUS : Perkawinan Shanty dengan Sebastian Paredes
            Shanty lahir di Jakarta, 30 Desember 1978 adalah seorang penyanyi dan artisIndonesia. Shanty adalah putri bungsu pasangan Eddy Heryadie dan Ratna Sutama. Iaadalah mantan disc jockey MTV, yang kemudian menjalani profesi sebagai penyanyi dan bintang film. Sedangkan Sebastian lahir di Ekuador 28 April 1961 dengan nama lengkap Juan EugenioSebastian Paredes Muirragui. Di dunia perbankan, ia dikenal sebagai Dirut Bank Danamon. Pria yang biasa disapa dengan panggilan Sebastian itu diangkat menjadi DirutBank Danamon pada 9 Mei 2005. Namun pada Januari 2010 ini ia mundur dari jabatannya tersebut. Meski tidak lagi menjabat Dirut Bank Danamon, Sebastian menyatakan belumakan meninggalkan Jakarta. Ia mengaku jatuh cinta pada Indonesia dengan penduduknya yang ramah. Shanty dan Sebastian Paredes telah menikah sejak 24 Juli 2010, Kedua mempelaiyang berbeda kewarganegaraan dan agama ini melangsungkan pernikahan di KedutaanBesar Ekuador di Jakarta.
Syarat utama dalam perkawinan campuran, yaitu :
·         Syarat materil
UU N0 1 Tahun 1974 tentang perkawinan
Ø  Pasal 6 (1) - Perkawinan didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai
Ø  Pasal 6 (2) - Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapaiumur 21 (dua puluh satu) tahun harus mendapat izin kedua orang tua
Ø  Pasal 7 (1) - Perkawinan hanya diizinkan bila piha pria mencapai umur 19(sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai usia 16 (enam belas)tahun
Ø  Pasal 8 - Perkawinan dilarang apabila kedua pihak memeliki hubungan darah
Ø  Pasal 3 (2) - Azas Monogami
Ø  Pasal 10 - Dilarang mebikah lebih dari dua kali
Ø  Pasal 11 - Masa Iddah           
·         Syarat formil
Syarat Formil merupakan syarat yang mengatur mengenai tata cara sebelum dan padasaat dilangsungkannya suatu perkawinan ( Lex Loci Celebration).
                  Dalam kasus Pernikahan Shanty dan Sebastian terdapat suatu prosesi perkawinanyang tidak umum, yaitu pernikahan dilaksanakan di kedutaan besar.Dalam teori hukum Internasional dikenal azas imunitas yaitu ³Konsulat yang berada di Negara lain berhak untuk melakukan yurisdiksi negaranya di wilayah konsulat tersebut´mengacu pada teori tersebut maka perkawinan Shanty dan Sebastian bukannlahdilaksanakan di Indonesia melainkan di Ekuador, dengan kata lain  Lex Loci Celebration- nya harus tunduk dengan hukum Ekuador. Dengan demikian perkawinan Shanty dan Sebastian menurut syarat formil adalah Sah.
Analisis :
Dalam kasus tersebut diketahui bahwa Shanty dan Sebastian menjalani perkawinan campur, yaitu perkawinan antar negara. Dilihat dara segi syarat  materil perkawinan mereka sah apabila mengacu pada syarat materil dan syarat formil suatu perkawinan internasional. Dari urain diatas dapat disimpulkan bahwa perkawinan Shanty dan Sebastian adalah perkawinan beda agama antara WNI dengan WNA di luar negri. Perkawinan antara Juan Eugenio Sebastian Paredes Muirragui (Sebastian) dengan Annissa Nurul Shanty Kusuma Wardhani Heryadie (Shanty) adalah sah dimata hukum Indonesia.










DAFTAR PUSTAKA

emil.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/18771/Minggu+1.doc
digilib.unila.ac.id/14430/12/1.%20Bab%20I.pdf
nunu-mahmud-firdaus.dosen.stkipsiliwangi.ac.id/files/2016/09/Latar-Belakang-Pendidikan-Kewarganegaraan1.pptx+&cd=20&hl=id&ct=clnk&gl=id
repository.upi.edu/10002/2/t_pkn_0809229_chapter1.pdf
www.zonasiswa.com › Pendidikan Kewarganegaraan

eprints.undip.ac.id/16935/1/DEBORA_DAMPU.pdf

Tidak ada komentar :

Posting Komentar