Sudah
menjadi fakta umum bahwa transportasi udara merupakan transportasi yang saat
ini sudah banyak sekali penerbanganya. Saat ini seseorang memilih menggunakan
jasa transportasi udara memiliki beberapa alasan kepentingan, diantaranya untuk
kepentingan bisnis, kepentingan parawisata dan berbagai kepentingan lainnya.
Perkembangan dang pertumbuhan industri penerbangan tersebut tidak terlepas dari
peningkatan jumlah pengguna jasa transportasi udara. Dilihat dari aspek penyelenggaraan
penerbangan terdapat dua bentuk kegiatan penerbangan, yaitu penerbangan
komersil dan penerbangan bukan komersil. Penerbangan komersil atau niaga
merupakan bentuk transportasi udara yang mengenakan biaya bagi penggunanya.
Perkembangan
jumlah perusahaan penerbangan di satu sisi menguntungkan bagi para pengguna
jasa transporatsi udara (penumpang dan pemilik kargo) karena akan banyak
pilihan. Perusahaan-perusahaan tersebut bersaing untuk untuk menarik penumpang
sebanyakbanyaknya dengan menawarkan tarif yang lebih murah atau menawarkan
berbagai bonus. Namun di sisi lain, dengan tarif yang murah tersebut sering
menurunkan kualitas pelayanan(service), bahkan yang lebih mengkhawatirkan lagi
adalah akan menyebabkan berkurangnya kualitas pemeliharaan (maintenance)
pesawat sehingga rawan terhadap keselamatan penerbangan dan akan berdampak
kurang baik terhadap keamanan, kenyamanan dan perlindungan konsumen. Oleh
karena itu alasan inilah yang akan mendasari saya untuk memperbaiki sarana
transportasi udara atau penerbangan agar tidak terjadi lagi
kecelakaan-kecelakaan penerbangan yang sering terjadi belakangan ini khususnya
di Indonesia.
§ Asal Mula Transportasi Udara di
Indonesia
Transportasi
adalah pemindahan manusia atau barang dari satu tempat ke tempat lainnya dengan
menggunakan sebuah kendaraan yang digerakkan oleh manusia atau mesin.
Transportasi udara merupakan transportasi yang membutuhkan banyak biaya untuk
pemakaiannya. Selain karena memiliki teknologi yang canggih, transportasi udara
merupakan alat transportasi tercepat dibandingkan jenis transportasi lainnya.
Sejak
zaman penjajahan pemerintah kolonial Belanda berlangsung, pemerintah Belanda
telah melakukan serangkaian aktivitas yang berkaitan dengan lisensi serta
evaluasi teknis dan keselamatan untuk pesawat yang dioperasikan di Indonesia.
Pada tahun 1914 pendirian bagian Uji Terbang di Surabaya dengan tugas meneliti
prestasi terbang pesawat udara untuk daerah tropis dan saat itu masyarakat
Indonesia sudah terlibat memodifikasi sebuah pesawat yang dilakukan disebuah
rumah di daerah Cikapundung sekarang.
Pada
periode 1937 pengusaha pribadi berminat untuk membuat pesawat terbang. Delapan
tahun sebelum kemerdekaan atas permintaan seorang pengusaha, serta hasil
rancangan LW. Walraven dan MV. Patist putera-putera Indonesia yang dipelopori
Tossin membuat pesawat terbang di salah satu bengkel di Jl. Pasirkaliki Bandung
dengan nama PK.KKH.
Pesawat
ini sempat menggegerkan dunia penerbangan waktu itu karena kemampuannya terbang
ke Belanda dan daratan Cina pergi pulang yang diterbang pilot berkebangsaan
Perancis, A. Duval.
Makin
terbuka kesempatan bagi bangsa Indonesia untuk mewujudkan impiannya membuat
pesawat terbang sesuai dengan rencana dan keinginan sendiri. Kesadaran bahwa
Indonesia sebagai negara kepulauan yang luas akan selalu memerlukan perhubungan
udara secara mutlak sudah mulai tumbuh sejak waktu itu, baik untuk kelancaran
pemerintahan, pembangunan ekonomi dan pertahanan keamanan.
Pada
masa perang kemerdekaan kegiatan kedirgantaraan yang utama adalah sebagai
bagian untuk memenangkan perjuangan merebut dan mempertahankan kemerdekaan,
dalam bentuk memodifikasi pesawat yang ada untuk misi-misi tempur.
Berdasarkan
SK Presiden RI- Presiden Soekarno, didirikanlah jurusan Teknik Penerbangan ITB
sebagai bagian dari bagian mesin. Pelopor pendidikan tinggi Teknik Penerbangan
ini adalah Oetarjo Diran dan Liem Keng Kie. Kedua tokoh ini adalah bagian dari
program pengiriman siswa ke luar negeri (Eropa dan Amerika) oleh Pemerintah RI
yang berlangsung sejak tahun 1951. Usaha-usaha mendirikan industri pesawat
terbang memang sudah disiapkan sejak 1951, ketika sekelompok mahasiswa
Indonesia dikirim ke Belanda untuk belajar konstruksi pesawat terbang dan
kedirgantaraan di TH Delft atas perintah khusus Presiden RI pertama. Pengiriman
ini berlangsung hingga tahun 1954. Dilanjutkan tahun 1954 - 1958 dikirim pula
kelompok mahasiswa ke Jerman, dan antara tahun 1958 - 1962 ke Cekoslowakia dan
Rusia.
Sementara
itu upaya-upaya lain untuk merintis industri pesawat terbang telah dilakukan
pula oleh putera Indonesia - B.J. Habibie - di luar negeri sejak tahun 1960an
sampai 1970an. Sebelum ia dipanggil pulang ke Indonesia untuk mendapat tugas
yang lebih luas. Di tahun 1961, atas gagasan BJ. Habibie diselenggarakan
Seminar Pembangunan I se Eropa di Praha, salah satu adalah dibentuk kelompok
Penerbangan yang di ketuai BJ. Habibie.Sejarah transportasi udara di Indonesia terkait dengan sejarah
kemerdekaan. Untuk kemudahan transportasi, pada 1948, mantan presiden Soekarno
membeli dua pesawat tipe DC-3 dari Singapura. Pembelian pesawat tersebut
didanai para pengusaha asal Aceh. Wilayah Aceh kala itu merupakan bagian
Indonesia yang belum tersentuh Belanda.
Sebagai bentuk penghargaan
kepada Aceh, dua pesawat tersebut dinamai RI-001 Seulawah Agam dan RI-002
Seulawah Inong. Pesawat tersebut melakukan penerbangan pertama pada 26 Januari
1949 dengan rute penerbangan Calcutta-Rangoon. Kedua pesawat tersebut menjadi
cikal bakal perusahaan penerbangan pertama tanah air yaitu Garuda Indonesia.
Pada 26 April 1976 industri
pesawat terbang itu berkembang menjadi PT. Industri Pesawat Terbang Nurtanio
(IPTN) yang didirikan dengan DR. B.J. Habibie. Salah satu hasil karya IPTN
adalah prototipe pesawat turbo N-250 yang pertama kali terbang selama 55 menit,
pada 10 Agustus 1995. Namun industri pesawat terbang ini harus berhenti karena
kekurangan dana akibt krisis moneter pada 1997.
Sejalan dengan
prestasi yang sudah diperoleh dan untuk memungkinkannya untuk mengembangkan
lebih cepat, berdasarkan Kepala Staf Angkatan bahasa Indonesia Keputusan No Air
488, Agustus, 1960 Lembaga Persiapan Industri Penerbangan (LAPIP) atau Badan
untuk Persiapan Industri penerbangan karena itu didirikan. Diresmikan pada 16
Desember 1961, tubuh memiliki fungsi mempersiapkan pembentukan sebuah industri
penerbangan dengan kemampuan untuk mendukung kegiatan penerbangan nasional di
Indonesia.
Berkaitan dengan ini, pada tahun 1961
LAPIP menandatangani perjanjian kerjasama dengan CEKOP, sebuah industri pesawat
terbang Polandia, untuk membangun industri pesawat terbang di Indonesia.
Kontrak meliputi pembangunan fasilitas MANUFAKTUR pesawat terbang, pelatihan SDM
dan memproduksi, di bawah lisensi, PZL-104 Wilga, yang kemudian dikenal sebagai
Gelatik (beras burung). Pesawat yang serial diproduksi di 44 unit dimanfaatkan
untuk mendukung kegiatan pertanian, transportasi ringan dan aero-club.
Pada periode yang sama hampir 1965,
melalui Keputusan Presidencial, KOPELAPIP (Komando Pelaksana Industri Pesawat
Terbang) atau Command Eksekutif Penyusunan Aviation Industry dan PN. Industri
Pesawat Terbang Berdikari (Berdikari Aircraft Industry) didirikan.
Pada bulan Maret 1966, Nurtanio meninggal
saat penerbangan pengujian pesawat terbang, dan dalam rangka memperingati
kontribusi yang berharga untuk negara dan bangsa, KOPELAPIP dan PN. Industri
Pesawat Terbang Berdikari kemudian digabungkan ke LIPNUR / Lembaga Industri
Penerbangan Nurtanio Nurtanio atau Lembaga Industri Penerbangan. Dalam LIPNUR
pengembangan lebih lanjut menghasilkan pesawat latih dasar LT-200 yang disebut
dan lokakarya dibangun untuk setelah-penjualan-layanan, pemeliharaan dan
perbaikan & overhaul.
Pada tahun 1962, berdasarkan dengan
Keputusan Presidencial, para Teknik Penerbangan ITB (ITB Penerbangan Bagian
Teknik) didirikan sebagai bagian dari Departemen Mesin yang tersedia. Oetarjo
Diran dan Liem Keng Kie adalah perintis dari bagian penerbangan. Kedua tokoh di
antara mereka termasuk dalam Program Beasiswa Overseas Student. Dimulai pada
tahun 1958, melalui program ini, jumlah mahasiswa Indonesia dikirim ke luar
negeri (Eropa dan Amerika Serikat).
Sementara itu beberapa upaya lain dalam
merintis pendirian industri pesawat terbang juga telah terus dilakukan oleh
pemuda Indonesia - BJ Habibie - dari tahun 1964 sampai tahun 1970-an. Lalu
didirikanlah IPTN, ada beberapa faktor yang mempengaruhi orang Indonesia untuk
membangun pesawat dan mendirikan sebuah industri pesawat terbang di Indonesia
yaitu, beberapa orang Indonesia yang memiliki penguasaan ilmu pengetahuan dan
teknologi untuk membangun pesawat dan industri pesawat terbang, beberapa orang
Indonesia yang, di samping menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi yang
dibutuhkan mereka juga berdedikasi tinggi untuk memanfaatkan keahlian mereka
untuk pembentukan sebuah industri pesawat terbang, beberapa orang Indonesia
yang ahli dalam pemasaran dan penjualan pesawat untuk baik nasional maupun internasional;
kemauan politik dari Pemerintah yang berkuasa.
Itu semua dimulai dengan Bacharuddin Jusuf
Habibie, pria yang lahir di Pare-pare, Sulawesi Selatan (Sulawesi), pada
tanggal 25 Juni 1936. Dia lulus dari Teknik Aachen Belajar Tinggi, Departemen Konstruksi
Pesawat, dan kemudian bekerja di MBB (Masserschmitt Bolkow Blohm), industri
pesawat terbang di Jerman sejak 1965.
Ketika ia hendak mendapatkan gelar
doktornya, pada tahun 1964, ia memiliki yang kuat bersedia untuk kembali ke
negaranya untuk berpartisipasi dalam program pembangunan Indonesia di bidang
industri penerbangan. Tetapi manajemen KOPELAPIP menyarankan dia untuk terus
mencari lebih banyak pengalaman, sambil menunggu kemungkinan membangun industri
pesawat terbang. Pada tahun 1966, ketika Adam Malik, Menteri Luar Negeri
Indonesia mengunjungi Jerman, ia meminta Habibie untuk berkontribusi pikirannya
untuk realisasi Pembangunan Indonesia.
Menyadari bahwa usaha pendirian industri
pesawat terbang tidak akan mungkin dilakukan oleh dia sendiri, Habibie
memutuskan untuk mulai merintis untuk mempersiapkan tenaga kerja terampil
tinggi yang pada waktu yang ditentukan bisa setiap saat akan digunakan oleh
industri pesawat terbang masa depan di Indonesia. Segera Habibie membentuk tim
sukarela. Dan di awal 1970 tim dikirim ke Jerman untuk mulai bekerja dan
belajar ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang penerbangan di HFB / MBB, di
mana Habibie bekerja, untuk melaksanakan perencanaan awal mereka.
Pada periode yang sama, kegiatan serupa
juga dirintis oleh Pertamina (Bahasa Indonesia Oil Company) dalam kapasitasnya
sebagai agen pembangunan Indonesia. Dengan kapasitas seperti Pertamina berhasil
membangun Industri Krakatau Steel. Ibnu Sutowo, kemudian Dirut Pertamina
memberikan kontribusi pemikirannya bahwa transfer teknologi proses dari negara
maju harus dilakukan dengan konsep yang jelas dan nasional yang berorientasi.
Pada awal Desember 1973, Ibnu Sutowo
bertemu dengan Habibie di Dusseldorf, Jerman, di mana dia memberikan penjelasan
yang rumit untuk Habibie tentang Pembangunan Indonesia, Pertamina dengan mimpi
pendiri industri pesawat terbang di Indonesia. Hasil dari pertemuan tersebut
adalah penunjukan Habibie sebagai Penasihat Pertamina Presiden, dan ia diminta
untuk segera kembali ke Indonesia.
Pada awal Januari 1974, menentukan
langkah menuju pendirian industri pesawat telah diambil. Realisasi pertama
adalah pembentukan sebuah divisi baru yang khusus dalam teknologi canggih dan
teknologi penerbangan urusan. Dua bulan setelah pertemuan Dusseldorf, pada 26
Januari 1974 Habibie dipanggil oleh Presiden Soeharto. Pada pertemuan tersebut
Habibie ditunjuk sebagai penasehat Presiden di bidang teknologi. Ini adalah
hari pertama Habibie memulai misi resminya.
Pertemuan-pertemuan ini menghasilkan
kelahiran Divisi (Advanced Technology & Teknologi Penerbangan Pertamina)
ATTP yang menjadi tonggak untuk pembentukan BPPT dan bagian dari IPTN. Pada
bulan September 1974, ATTP menandatangani perjanjian dasar kerjasama lisensi
dengan MBB, Jerman dan CASA, Spanyol untuk produksi helikopter BO-105 dan
pesawat sayap NC-212 tetap.
Selama 24 tahun IPTN
relative berhasil melakukan transformasi teknologi, sekaligus menguasai
teknologi kedirgantaraan dalam hal desain, pengembangan serta pembuatan pesawat
komuter regional kelas kecil dan sedang. IPTN meredefinisi diri kedalam
“DIRGANTARA 200” dengan melakukan orientasi bisnis, dan strategi baru
menghadapi perubahan-perubahan yang terjadi. Untuk itu IPTN melaksanakan
program restrukturisasi meliputi reorientasi bisnis serta penataan kembali
sumber daya manusia yang memfokuskan diri pada pasar dan misi bisnis.
§
Kondisi Perkembangan
Penerbangan di Indonesia saat ini
Moda
transportasi pesawat terbang memang terbilang nyaman dan efisien dari segi
waktu karena dapat memotong waktu perjalanan Anda lebih cepat daripada harus
menempuhnya dengan transportasi darat yang cenderung memakan waktu lebih lama.
Selain itu, bila sering berpergian keluar negeri, alternatif transportasi
dengan pesawat terbang akan lebih efisien dan murah. Namun belakangan ini
penerbangan nasional yang sempat diwarnai dengan banyaknya kecelakaan, membuat
citra penerbangan Indonesia jatuh
akibat pengawasan yang kendur. Pascaderegulasi yang membuka lebar peran swasta,
jumlah penumpang dan kargo domestik meningkat pesat, dan mengakibatkan
aktivitas perjalanan udara yang melonjak sekaligus mendorong tingkat kepadatan
bandara dengan pergerakan penumpang yang semakin padat.
Demikian
juga dengan tugas seorang pilot, padatnya lalulintas penerbangan di Indonesia
sering memaksa pilot untuk mengambil resiko yang tak perlu. Mereka juga
mengeluhkan teknologi pengawasan lalulintas udara di Indonesia yang sudah usang
dan layak diganti. Tak luput juga kondisi bandara yang sangat ramai seperti
terminal bus. Kesibukan terlihat jelas hampir disemua terminal yang ada. Tidak dipungkiri, dalam beberapa tahun
terakhir jasa angkutan udara laris manis di dalam negeri. Semakin banyak orang
Indonesia yang memilih bepergian menggunakan burung besi ketimbang angkutan
darat ataupun laut. Salah satu alasannya, kemampuan ekonomi masyarakat yang
meningkat dan daya beli yang semakin kuat.
Ada
faktor lain turut berperan mengangkat angkutan udara menjadi primadona
transportasi saat ini. Harga tiket pesawat tak lagi semahal dulu dan bisa
dijangkau masyarakat. Banyak maskapai menawarkan penerbangan murah untuk
menarik minat masyarakat. Tidak heran jika kini suasana bandara penuh sesak dan
terlihat kumuh lantaran banyak orang
Bisnis
industri penerbangan nasional memang tengah terbang tinggi. Dalam kurun waktu
dua tahun terakhir, pengguna jasa penerbangan naik 19 persen per tahun. Sejalan
dengan tingginya permintaan akan jasa penerbangan, akhirnya muncul banyak
maskapai penerbangan baru di tengah eksistensi maskapai yang sudah ada.
Maskapai
penerbangan asing pun berbondong-bondong masuk ke industri penerbangan
Indonesia. Salah satu alasannya, potensi pasar penerbangan nasional yang sangat
besar. Di balik geliat pertumbuhan bisnis penerbangan yang tinggi, terselip
segudang permasalahan. Tingginya pertumbuhan bisnis penerbangan tidak dibarengi
dengan kesiapan infrastruktur dan faktor penunjang lainnya.
Asosiasi
maskapai penerbangan Indonesia atau Indonesia National Air Carriers Association
(INACA) punya catatan permasalahan dalam dunia penerbangan nasional. Sejauh
ini, Jakarta masih jadi urat nadi industri penerbangan domestik. Hampir 50
persen penerbangan nasional berasal dari Jakarta. bicara soal kondisi bandara
di Indonesia, maskapai penerbangan langsung fokus pada kondisi Bandara Soekarno
Hatta yang menyita perhatian lantaran sudah terlalu sibuk dan padat, hingga
mirip terminal bus yang dipenuhi angkutan dan penumpang.
Permasalahan
juga terlihat dari infrastruktur pendukung penerbangan. Bukan rahasia lagi jika
beberapa bandara di Indonesia kerap mengalami mati radar dan listrik padam,
Imbasnya jelas, penerbangan menjadi terganggu.
§ Memperbaharui Industri Penerbangan Indonesia
Melihat
semua permasalahan industri penerbangan di Indonesia pada saat ini, inilah yang
mendasari saya untuk memperbaharui atau memaksimalkan kinerja industri
penerbangan di Indonesia. Transportasi penerbangan di Indonesia sudah
berkali-kali mengalami kecelakaan, dan penyebab kecelakaan tersebut
bermacam-macam, ada human error, kondisi cuaca buruk serta kondisi landasa
pesawaat yang kurang baik. Mungkin salah satu dari itu yang menyebabkan
kecelakaan pesawat terjadi.
Melihat
kecelakaan pesawat yang terjadi belakangan ini saya pun tertarik untuk
mengetahui alasannya, apakah karena faktor SDM yang kurang ataupun fasilitas
yang sudah usang yang bisa berpengaruh terhadap kondisi penerbangan di
Indonesia. Mungkin saat saya nanti sudah lulus teknik industri dan bisa menjadi
salah satu ketua dari maskapai penerbangan di Indonesia, saya akan lebih giat
lagi mendorong sekolah-sekolah penerbangan di Indonesia dan tentunya harus
merakyat. Jangan hanya orang-orang yang memiliki uang saja yang bisa menikmati
sekolah tersebut, tetapi juga putra-putra daerah yang tersebar di Indonesia
yang memiliki potensi. Mereka seharusnya bisa diserap menjadi tenaga-tenaga
handal yang siap menjadi arsitek dunia transportasi penerbangan di Indonesia.
Kemudian
mengenai fasilitas atau alat-alat penerbangan yang sudah tidak layak tidak
boleh dibiarkan. Hal ini juga masih menyangkut dengan pemerintah, seharusnya
pemerintah lebih banyak memberikan anggaran terhadap hal ini dan diawasi kemana
saja anggaran tersebut jangan hanya mengucurkan dana saja tetapi tidak tahu
kemana arahnya dana tersebut. Peran transportasi udara yang sangat besar ini
tentu saja hanya dapat diperoleh dengan dukungan berbagai pihak. Sudah saatnya
transportasi udara menjadi prioritas utama dalam upaya meningkatkan pelayanan
prasarana transportasi dan komunikasi di daerah-daerah perbatasan yang lebih
baik . Saya yakin bahwa banyak investor yang dalam hal ini pengusaha
transportasi udara yang berminat membuka jalur penerbangannya ke daerah-daerah
perbatasan apabila faktor kebutuhannya juga tersedia.
Dan
yang tidak kalah penting adalah kemauan pemerintah sebagai pengambil keputusan
untuk mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang tepat menyangkut transportasi
udara. Seluruh potensi economy di sektor transportasi udara harus dievaluasi dan
dibenahi. Karena kalau tidak, maka percuma saja langkah efisiensi yang
mati-matian dilakukan oleh pelaku usaha airlines .
Selain
itu perlu juga dikaji dan diteliti kemungkinan lain berupa inovasi-inovasi
dalam transportasi udara. Inovasi disini tidak hanya menyangkut pembuatan
pesawat sebagaimana yang dilakukan oleh IPTN, namun lebih luas dari itu
termasuk juga didalamnya adalah pembuatan rute
penerbangan dalam negeri yang dapat menciptakan efisiensi dan keteraturan
penerbangan nasional.
Maka
dengan adanya permasalaha tersebut, memperbaharui atau memaksimalkan industri
penerbangan di Indonesia harus dilakukan. Dikarenakan sebagai landasan
terwujudnya sebuah bandara penerbangan berkelas internasional dengan menberikan
suatu pelayanan yang terbaik bagi para pengguna jasa airlines, sehingga
kepercayaan masyarakat akan pengguna fasilitas industri penerbangan menjadi
lebih optimal. Walaupun harus dengan cara bertahap, setidaknya untuk mewujudkan
penerbangan nasional dengan kualitas bertaraf internasional dan yang mampu
bersaing di pasar global. Namun, dalam hal mewujudkannya pemerintah harus
mendukung dan memperbaiki kebijakanya guna mendukung perbaharuan industri
penerbangan maskapai nasional yang dapat bersaing di tingkat global dan
mendorong sinergi bisnis di industry penerbangan melalui kerjasama
komersial,dan aliansi yang akan saya lakukan setelah lulus kuliah nanti.
Referensi :
http://www.liputan6.com/tag/maskapai-penerbangan
Tidak ada komentar :
Posting Komentar